Berita Badminton: Jangan Pernah Kehilangan Asa dan Akal. Merosotnya prestasi bulu tangkis Indonesia dalam tahun-tahun terakhir membuat banyak orang skeptis dan kehilangan kepercayaan terhadap olah raga ini.
Dalam acara konferensii pers menjelang turnamen bulu tangkis "Djarum Indonesia Open (DIO) 2011", seorang wartawan menggugat manfaat turnamen ini di tengah keterpurukan prestasi bulu tangkis Indonesia. Datangnya pemain-pemain Top 10 dunia hanya menunjukkan bagaimana posisi Indoensia di tengah kancah bulu tangkis dunia.
"Sony Dwi Kuncoro saja harus mengkuti babak kualifikasi. Jadi apa manfaatnya buat kita, kalau ajang ini hanya akan menjadi pamer kekuatan pemain-pemain utama dunia, terutama yang dari China?" ungkapnya.
Sang wartawati juga menggugat status turnamen ini yang meningkat dari Djarum Indonesia Open Superseries menjadi Djarum Indonesia Open dengan tingkat turnamen menajdi sekelas Superseries Premier dengan total hadiah 600 ribu dolar AS.
Pertanyaan retoris tadi sebenarnya dapat dimengerti logika berpikirnya. Ini adalah bentuk ekstrim dari pertandaan dan gugatan tentang apa manfaatnya kita mencalonkan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia sepakbola 2022. Bila dilihat dari prestasi sepakbola Indonesia dibandingkan negera-negara raksasa sepakbola, tentunya ajang ini hanya akan menjadi ajang mempermalukan kita sebagai tuan rumah.
Namun bulu tangkis bukanlah sepakbola. Di olah raga ini, Indonesia selama bertahun-tahun pernah menjadi super-power. Bahkan setelah China masuk dalam persaingan bulu tangkis dunia pada 1980-an. Stelah era magnificent seven Rudy Hartono, Christian Hadinata dkk pada 1970-an, Indonesia pernah merasakan hal serupa pada 1990-an dengan Alan Budikusuma, Ricky Subagja/Rexy Mainaky, Chandra Wijaya/Tony Gunawan, Taufik Hidayat dkk.
Masa keemasan ini memang sedang "menjauh" dari prestasi bulu tangkis Indonesia. Menjauh, tetapi bukan menghilang. Kita masih mengandalkan pemain-pemain yang sedang memasuki masa senja dari karir mereka seperti Taufik Hidayat, Markis Kido/Hendra Setiawan bahkan Sony Dwi Kuncoro dan Simon Santoso. Apalagi saat ini China merupakan tim yang sulit dikalahkan negara mana pun, bahkan oleh tim sisa dunia.
Namun dalam setiap badai pun pasti ada celah untuk cahaya. Dalam keadaan terpuruk selalu ada harapan untuk bangkit. Asal diikuti oleh kerja keras. Di belakang deretan pemain-pemain yang akan "fade away' ada deretan nama-nama pemain muda yang tengah mencari jalan untuk masuk dalam deretan elit dunia. Sebut saja Muhammad Ahsan/Bona Septano, Dionysius Hayom Rumbaka, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir mau pun Fran Kurniawan/Pia Zebadiah.
Ajang "Djarum Indonesia Open 2011" tentunya merupakan jalan untuk masuk dalam persaingan elit dunia. Apalagi dengan statusnya sebagai turnamen Super Series Premier membuat turnamen ini menjadi turnamen yang wajib diikuti pemain peringkat 10 besar. Juga buat para pemain yang mengincar tempat di Olimpiade London 2012.
Indonesia juga membawa beban sejarah sebagai satu negara terbaik di bulu tangkis. Dalam kodnisi terpuruk, fakta sejarah ini tidak seharusnya kita kurangi atau bahkan kita hilangkan. Dengan kerja keras tetntunya semuanya akan mampu menjadi yang terbaik kembali.
Inggris tidak pernah lagi memiliki juara tunggal putera turnamen tenis Wimbledon sejak Fred Perry meraihnya pada 1936. Tapi Wimbledon tetap berjalan, ada atau tidak ada petenis Inggris. Namun setiap kali ada petenis putera asal Inggris, publik negara itu teringat akan harapan munculnya juara. Seperti harapan yang mereka bebankan pada John Lloyd pada 1970-an dan Andy Murray saat ini.
Karena harapan itu pula di bulu tangkis mereka mempertahnkan turnamen All England Superseries. Bahkan hingga berusia lebih dari 100 tahun. Meski hampir tak pernah ada pemain asal Inggrsi yang betlaga di deretan elit All England. Meski juara tunggal putera terakhir adalah Ralph F. Nichols pada dekade 1930-an. Dengan mempertahankan turnamen ini, mereka sadar pemaian mereka seperti Rajiv Ouseph akan memiliki peluang juga untuk tetap dekat dengan deretan elit dunia.
Olimpiade London 2012 tinggal satu tahun lagi. Sebagian besar masyarakat Indonesia bisa jadi pesimistis apakah di London nanti tradisi medali emas akan dapat dipertahankan. Ataukah kita harus siap menerima kenyataan hilangnya tradisi ini bahkan melihat awal tradisi emas Olimpiade pada pesaing regioonal kita Malaysia, melalui pemain bintang mereka Lee Chong Wei.
"Djarum Indonesia Open 2011" kita harapkan akan jadi momentum bangkitnya harapan kita untuk tetap bertahannya tradisi emas di Olimpiade. Bahkan lebih dari itu, kebangkitan kembali bulu tangkis Indonesia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment